Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Berbasis Ekoregion Pulau Timor, Flores, Sumba dan Pulau-pulau Kecil
Dalam rangka memperkuat koordinasi dan sinkronisasi program pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah Bali dan Nusra, maka PPE Bali dan Nusra kembali menginisiasi pelaksanaan Rapat Kerja (raker) Ekoregion Pulau. Raker yang ketiga ini dilaksanakan di Kupang-NTT, khusus untuk membahas pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan berbasis ekoregion Pulau Timor, Flores, Sumba dan Pulau-pulau Kecil.
Rapat Kerja yang berlangsung selama satu hari pada tanggal 15 April 2015 dilaksanakan di Kantor Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi NTT. Kegiatan yang dibuka oleh Kepala BLHD Provinsi NTT, Ir. Frederik J.W. Tielman, M.Si ini dihadiri oleh 23 instansi pengelola lingkungan hidup provinsi maupun kabupaten/kota serta sembilan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang berada di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Sebagaimana raker sebelumnya yang telah berlangsung di Bali dan NTB, maka rapat kerja kali ini juga dikemas dalam bentuk forum diskusi program kerja 2015 dari masing-masing instansi lingkungan hidup, Dinas Kehutanan Provinsi NTT, Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional II serta seluruh UPT Kementerian Kehutanan yang berada di Provinsi NTT.
Beberapa hal mendasar yang ditekankan dalam raker ini adalah bahwa terdapat indikator-indikator yang merupakan ukuran kinerja bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta seluruh instansi pengelola lingkungan hidup dan kehutanan di daerah. Indikator kinerja tersebut adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, Indeks Tata Kelola Hutan dan Indeks Daya Dukung Lingkungan. Menurut Kepala PPE Bali dan Nusra, Novrizal Tahar, baik tidaknya kinerja kita bersama dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan dapat dilihat dari ketiga indeks tersebut.
Penekanan yang kedua, adalah bahwa perencanaan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan harus berbasis ekosistem. Dalam hal penanganan berbagai masalah lingkungan hidup dan kehutanan, maka diperlukan keberpihakan kepada publik. Hal ini sebagai bentuk kehadiran pemerintah dalam setiap permasalahan yang ada. Disamping itu pembangunan juga harus berbasis desa/kelurahan. Hal ini dimaksudkan bahwa pembanguan harus dimulai dari pinggir (tingkat desa/kelurahan).
Ketiga, bahwa dalam pelaksaaan pembagunan lingkungan hidup dan kehutanan maka sinergi program dan kegiatan sangat penting untuk dilaksanakan. Sehingga pusat dan daerah dapat saling mendukung untuk mewujudkan tujuan bersama dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Disamping itu satu isu penting di Provinsi NTT adalah tentang semakin langkanya pohon cendana. Hal ini perlu dukungan dari berbagai pihak untuk penanganannya. Peningkatan Kapasitas bagi aparat pemda untuk mendukung kinerja mereka di bidang lingkungan hidup juga menjadi salah satu hal yang masih perlu mendapat perhatian.
Pada akhir acara, Novrizal Tahar menyampaikan bahwa PPE Bali dan Nusra, yang dalam struktur baru nantinya menjadi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion, adalah sebagai rumah besar. Serta sebagaimana disampaikanoleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah sebagai kementerian kelas I. “Hal ini berarti isu lingkungan hidup dan kehutanan merupakan isu kelas I karena dapat memberi veto terhadap pelaksanaan pembangunan”, demikian ujarnya.