Perempuan dan Sampah
Sampah hingga saat ini masih menjadi isu penting di Indonesia, termasuk Bali. Sebagai daerah pariwisata maka persoalan sampah yang muncul di Bali selalu menjadi pusat perhatian para pencinta Pulau Dewata. Namun geliat upaya penanganannya terasa semakin kuat beberapa tahun terakhir ini.
P3E Bali dan Nusa Tenggara yang membawa amanat sebagai pengendali pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara tentu sangat memberikan perhatian terhadap isu persampahan di wilayahnya.
Pada tanggal 25 Februari 2021, pengelolaan sampah di Kabupaten Gianyar menjadi salah satu lokasi kunjungan tim P3E Bali dan Nusra. Di Kabupaten Gianyar sesungguhnya telah memiliki 4(empat) unit TPS 3R dan 2 (dua) unit TPST. Namun kali ini tim berkunjung ke TPS 3R Desa Taro yang cukup viral di media sosial.
TPS 3R di Desa Taro merupakan TPS 3R yang dikelola oleh Desa Taro. TPS 3R yang mendapat dukungan dari Yayasan Bumi Sasmaya untuk pendampingan termasuk infrastruktur dan sarana prasarananya mengelola sampah dari 14 banjar yang berada di sekitar Desa Taro.
Mekanisme pengangkutan pun diatur dengan menentukan hari yang berbeda untuk pengangkutan sampah organik dan anorganik dari masing-masing banjar tersebut.
Mengingat P3E Bali dan Nusra merupakan salah satu institusi yang berupaya mengarusutamakan gender dalam setiap pelaksanaan tugas fungsinya, tim menjadi tergelitik untuk sedikit menggali isu gender dalam kunjungan kali ini.
Dengan memperhatikan konstruksi sosial budaya yang ada, bagaimana kira-kira isu gender dalam pengelolaan sampah di TPS 3R Desa Taro? Rasa penasaranpun terjawab dalam kunjungan ini.
TPS 3R Desa Taro dalam pelaksanaan kegiatannya didukung oleh 11 personil yang terdiri atas 7(tujuh) orang lelaki dan 4 (empat) orang perempuan. Terdapat 2 (orang) manajer yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional, membuat laporan bulanan, melakukan inovasi, eksperimen dan strategi.
Apa yang tergambarkan ini hanyalah sebagian kecil isu gender yang akan sering kita temui dalam pengelolaan sampah. Seringkali isu ini kurang kita sadari dan berpengaruh terhadap tujuan akhir dari pengelolaan sampah ini. Untuk itu, mari bersama-sama kita tingkatkan kinerja pengelolaan sampah di semua lini dengan mengintegrasikan isu gender dalam setiap tahapannya.
Kegiatan pengelolaan sampah yang responsif gender tidak saja membangun keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan terhadap akses, kontrol, kesempatan berpartispasi dan manfaat dari kegiatan tersebut, tapi juga akan meningkatkan kinerja pengelolaan sampah tersebut. Dengan melakukan pengarusutamaan gender dalam pengelolaan sampah, maka tidak saja permasalahan sampah terselesaikan lebih cepat tapi semua warga baik perempuan maupun laki-laki ikut berkontribusi dan mendapat manfaat secara adil.