Pertemuan Teknis Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH)
Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Bali dan Nusra melaksanakan Pertemuan Teknis tentang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) khususnya Ekosistem/Ekoregion Bali, di Denpasar 10 Maret 2015. Pertemuan yang dihadiri oleh 42 peserta dari instansi terkait di Provinsi Bali ini dilaksanakan dalam rangka menyamakan persepsi untuk pelaksanaan inventarisasi daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup dan memandang perencanaan Pulau Bali sebagai ekosistem/ekoregion.
Inventarisasi SDA dan LH menjadi penting untuk dilaksanakan dengan metode dan pendekatan yang tepat sebagai dasar dalam pelaksanaan kajian untuk menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dimana hasil kajian ini nantinya menjadi dasar bagi penyusunan rencana pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam, serta penataan ruang yang dituangkan dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Hadir empat narasumber yang memberikan pemaparan materi dalam kegiatan ini, yaitu Kepala PPE Bali dan Nusra (Novrizal Tahar), Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana (Prof. Ir. I Wayan Arthana,MS, Ph.D), Kepala Bidang Inventarisasi dan Pengembangan Sistem Informasi Lingkungan PPE Bali dan Nusra (Ir. A.A.Gede Putra, M.Si) serta Pakar Lingkungan dan Kehutanan dari IPB (Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo). Dari pemaparan beberapa narasumber tersebut peserta mendapat penambahan wawasan tentang bagaimana konsep, metode, pendekatan dan data-data yang dibutuhkan dalam penghitungan daya dukung dan daya tampung SDA dan lingkungan hidup.
Menurut Prof. Hariadi konsep daya dukung bukanlah merupakan teori ilmiah (normatif) melainkan suatu konsep manajemen yaitu seni menentukan batasan dan dampak yang diterima oleh stakeholders. Apabila daya dukung tersebut dilampaui maka akan memberikan indikasi adanya tekanan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Secara umum terdapat empat faktor yang menentukan daya dukung suatu wilayah yaitu SDA, populasi, kelembagaan dan teknologi. Keterbatasan SDA sampai batas tertentu dampaknya dapat diminimumkan dengan teknologi maupun penguatan kelembagaan seperti aturan main, norma, dan belief, sehingga SDA bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan daya dukung. Disamping itu, apabila persoalan kerusakan SDA tidak dapat dikendalikan, persoalannya juga sangat terkait dengan tata kelola yang buruk (bad governance) seperti rendahnya partisipasi, akuntabilitas dan terjadinya korupsi.
Informasi menarik lainnya adalah berdasarkan hasil kajian PPLH UNUD tahun 2009 daya dukung lahan dan air Pulau Bali dalam status defisit. Demikian pula untuk daya dukung ruang Pulau Bali. Berdasarkan standar WHO, daya tampung lingkungan yang dianggap layak adalah 0,4167 Ha per orang. Sedangkan berdasarkan kajian dari PPLH UNUD kepemilikan lahan setiap orang di Bali rata-rata berada dibawah standar tersebut. Memperhatikan hal tersebut maka Prof. Arthana menyampaikan bahwa diperlukan upaya-upaya seperti menekan alih fungsi lahan, meningkatkan produktivitas pertanian, membangun infrastruktur penahan air permukaan dan mengendalikan jumlah penduduk. Jika tidak dilakukan tindakan yang tepat maka status daya dukung lahan dan air Provinsi Bali akan semakin defisit.
Kepala PPE Bali dan Nusra menyampaikan bahwa PPE Bali dan Nusra akan ikut mengawal pembangunan di Pulau Bali dan berpartisipasi aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan di Pulau Bali. Pada saat ini Indeks Gini di Bali (2013) sudah berada pada angka 0,4, artinya ketimpangan dan pemerataan sudah pada tahap yang sangat serius. Sebagai gambaran, PAD Kabupaten Badung enam triliun per tahun, sementara Kabupaten Bangli 50 miliar per tahun. Kondisi ini akan memaksa dan menggoda Kabupaten Bangli untuk melakukan eksploitasi pembangunannya. Padahal apabila melihat Bali sebagai sebuah ekosistem pulau, wilayah Bangli adalah notabene berfungsi sebagai kawasan penyangga/lindung. Untuk itu beberapa hal yang akan ditempuh adalah melalui pemberian recommendation policy dalam penetapan arahan dan kebijakan pengendalian pembangunan di ekoregion Pulau Bali maupun dengan memperluas koordinasi dan sinergi program dan kelembagaan dengan UPT LHK, IGO dan NGO serta stakeholders lainnya di ekoregion Bali dan Nusra.